Tugas kelompok
Oleh :
Rini Hesti Nasution
Nurhalimah
Fitrah Habibullah
Daniel
L. O. Tobing
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Diskriminasi hampir
terjadi pada setiap periode sejarah. Dalam lintasan
sejarah, setiap kelompok masyarakat mempunyai konsepsi ideologis tentang jenis
kelamin.Di beberapa kelompok masyarakat, jenis kelamin digunakan sebagai
kriteria yang penting dalam pembagian kerja.Kelompok-kelompok masyarakat
tersebut membagi peran, tugas dan kerja berdasarkan jenis kelamin, meskipun
sebagaian di antaranya ada yang dipandang cocok dan wajar untuk dilakukan oleh
kedua jenis kedua jenis kelamin.Pembagian tersebut adalah awal mula dari
munculnya diskriminasi.
Diskriminasi
gender banyak terjadi dalam masyarakat, dengan bentuk yang bervariasi baik
berupa marginalisai, stereotip, subordinasi, kekerasan, maupun peran ganda. Hal
ini terjadi karena beberapa faktor diantaranya faktor kebijakan pemerintah yang
tidak berpihak pada perempuan atau laki – laki, kesalahan pemahaman agama,
yaitu memandang perempuan kaum yang lemah dan nomor dua. Selain itu faktor tradisi,
kabiasan, asumsi ilmu pengetahuan dan kemajian IPTEK.
Pembedaan
peran dan kedudukan antara perempuan dan laki – laki baik secara langsung yang
berupa perlakuan maupun sikap, yang tidak langsung berupa peraturan per-UU,
kebijakan yang telah menimbulkan berbagai ketidak adilan yang telah berakar
dalam sejarah, adat, norma dalam masyarakat. Ketidak adilan gender terjadi karena
adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia
dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga
dialami oleh laki – laki. Pada umumnya ketidak adilan gender ini lebih banyak
dialami oleh perempuan, namun ketidak adilan gender itu berdampak pulapada laki
– laki.
Dengan adanya diskriminasi gender telah menyebabkan kesengsaraan dan
kemiskinan bagi masyarakat terutama bagi kaum perempuan yang lebih sering
mengalami diskriminasi gender. Untuk menghindari atau meminalisir permasalahan
ini diperlukan peran semua pihak agar lebih memahami konsep gender dan tidak
mengabaikan kepentingan laki – laki maupun perempuan dalam pengambilan suatu
keputusan pemerintah. Sehingga korban diskrimansi gender semakin sedikit.
B. Hal Yang
Diteliti
Adapun
hal yang kami teliti adalah “ kasus
bentuk – bentuk diskriminasi gender yang terjadi dalam masyarakat”.
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menegetahuai diskriminasi
gender, bentuk – bentuk diskriminasi gender serta kasus diskriminasi gender yang terjadi dalam
masyarakat.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah memberi pengetahuan bagi masyarakat tentang diskriminasi gender untuk
penyelesaian permasalahan dalam masyarakat khususnya yang berkaitan dalam masalah diskriminasi gender.
Selain itu untuk menjadi sumber kajian bagi peneliti lain yang berhubungan
dengan bahasan makalah ini.
E.
Lokasi dan Waktu
Penelitian
Lokasi penelitian ini yaitu di lingkungan Universitas
Negeri Medan dan lingkungan mesjid Azizi Stabat Langkat. Penelitian ini
dilaksanakan tanggal 6 Maret sampai 17 Maret 2014.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Diskriminasi Gender
Diskriminasi – yang
berasal dari kata Latin “dis” yang berarti memilah atau memisah dan “crimen”
yang berarti diputusi berdasarkan suatu pertimbangan baik-buruk. Diskriminasi
adalah sebuah istilah yang secara harfiah berarti memilah untuk menegaskan
perbedaan atas dasar suatu tolok nilai. UU No. 39/1998 tentang HAM menyebutkan
pengertian diskriminasi adalah “setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan
yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan,
penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya (Ari Zulaicha).
Diskriminasi gender
merujuk kepada bentuk ketidakadilan terhadap individu tertentu, dimana
bentuknya seperti pelayanan (fasilitas) yang dibuat berdasarkan karakteristik
yang diwakili oleh individu tersebut. Ketidak adilan dan diskriminasi gender
merupakan sistem dan struktur dimana baik perempuan dan laki – laki menjadi
korban dalam sistem tersebut.
Diskriminasi hampir
terjadi pada setiap periode sejarah. Dalam lintasan
sejarah, setiap kelompok masyarakat mempunyai konsepsi ideologis tentang jenis
kelamin.Di beberapa kelompok masyarakat, jenis kelamin digunakan sebagai
kriteria yang penting dalam pembagian kerja.Kelompok-kelompok masyarakat
tersebut membagi peran, tugas dan kerja berdasarkan jenis kelamin, meskipun
sebagaian di antaranya ada yang dipandang cocok dan wajar untuk dilakukan oleh
kedua jenis kedua jenis kelamin.Pembagian tersebut adalah awal mula dari
munculnya diskriminasi.
B. Bentuk – Bentuk Diskriminasi Gender dan
Contoh Kasus
Berikut
ini bentuk – bentuk diskriminasi gender dan contoh kasusnya :
1. Marginalisasi
Marginalisasi adalah bentuk diskriminasi gender
berupa peminggiran atau proses penyisihan terhadap perempuan, yang terjadi di
negara berkembang pada umumnya.
Peminggiran terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan
negara. Pemiskinan atas perempuan
maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk
ketidakadilan yang disebabkan gender. Perempuan
dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih
memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu
perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara
manual oleh prempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh
tenaga laki-laki.
Contoh kasus :
Berdasarkan wawancara kelompok kami dengan
ibu pedagang kue dan kripik yang terbuat dari beras pulut pada tanggal 17 Maret 2014 di lingkungan Mesjid Azizi Stabat
Langkat, ibu Indah yang berusia 35 tahun sudah berprofesi sebagai penjual
jajanan keliling sejak lima tahun terakhir. Bukan hanya ibu Indah yang
berprofesi ini, tetapi masih banyak perempuan yang berjualan kue dan kripik yang terbuat dari beras pulut
keliling, baik yang berusia muda maupun tua.
Ibu Indah dan kawan – kawannya melakukan pekerjaan ini
setiap hari dengan berjalan mengelilingi jalan, gang yang ada di Stabat
terutama seputaran mesjid Azizi. Mereka tetap bertahan dengan pekerjaan ini
walaupun pendapatan yang minim hal ini disebabkan sulitnya mencari pekerjaan.
Pekerjaan ini sudah menjadi pemusatan para perempuan dalam mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhannya. Dari kasus ini dapat kita simpulkan Ibu Indah dan kawan
– kawannya mengalami diskriminasi gender berupa marginalisasi yaitu peminggiran
terhadap perempuan. Peminggiran disini terlihat dari pemusatan perempuan dalam
satu profesi yang memiliki pendapatan rendah. Dan perempuan disini sudah
mengalami kemiskinan karena tidak memiliki pekerjaan yang layak dan tidak
mencukupi kebutuhan mereka.
2. Subordinasi
Subordinasi pada dasaranya adalah
keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih
utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak
dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih
rendah dari laki-laki. Banyak kasus dalam tradisi,
tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakkan kaum perempuan sebagai
subordinasi dari kaum laki-laki. Kenyataan memperlihatkan
bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan
dalam kehidupan.
Contoh kasus :
Perempuan penyapu jalan yang berlokasi di
sekitar UNIMED. Pandangan masyarakat tentang
kedudukan perempuan nomor dua dan yang pantas melakukan kegiatan bersih –
bersih seperti menyapu adalah pekerjaan perempuan. Pandangan yang
seperti itu kami akhirnya melakukan observasi di sekitar jalan kampus
unimed.Memang dari yang kami teliti pekerjaan tertentu (penyapu jalanan)
dilakukan hanyalah oleh kaum perempuan.Jika dikaitkan dengan analisa
subordinasi di atas, yang mengatakan laki-laki selalu lebih tinggi dari
perempuan memang berkaitan.Dimana pekerjaan menyapu di beberapa tempat pada
umumnya mayoritas penyapu jalan adalah dari kaum perempuan.Pekerjaan menyapu
sudah membudaya ditujukan kepada pihak perempuan, kaum laki-laki tidak di
percayai untuk hal pekerjaan tersebut.Kepercayaan maupun kenyakinan yang
menjadi pandangan umum ini masih terus berlangsung, Bahwasanya perempuan lebih
cocok atau lebih ideal untuk pekerjaan menyapu jalanan dibanding kaum
laki-laki.
Ini tentu sudah jelas mematok pekerjaan tertentu
untuk satu jenis kelamin saja. Sudah
terjadi subordinasi dikalangan ibu-ibu penyapu tersebut.Subordinasi ini sudah
membudaya karena pandangan umum dikalangan masyarakat yang mengharuskan penyapu
itu haruslah perempuan.
Ibu-ibu yang kami teliti juga berpendapat yang sama
dengan pandangan umum di dalam masyarakat tersebut. Karena sudah lamanya hal
itu terbudaya akhirnya keadaan pasrah mereka menerima keadaan yang terus
terjadi.Anggapan tadi menimbulkan simbol, bahwa pada umumnya perempuan lah yang
idealnya menjadi pekerja domestik (penyapu jalan).Hal ini bisa terbukti karena
yang mendominasi pekerjaan penyapu jalan maupun penyapu lainnya adalah
perempuan. Namun sebenarnya laki-laki juga bisa melakukan pekerjaan tersebut,
tidak seharusnya hanya perempuan yang menjadi penyapu dijalanan atau di
tempat-tempat lain.
Padahal seharusnya perempuan diletakkan pada posisi
sebagai koordinator dalam urusan kebersihan jalan maupun tempat-tempat umum
(publik).Karena perempuan lebih memiliki kepekaan yang tinggi terhadap
kebersihan dan juga keindahan.Jadi untuk urusan dilapangan lebih cocok
diberikan kepada kaum laki-laki karena perkerjaan menyapu jalan menuntut untuk
memiliki tenaga dan ketahanan fisik yang tinggi seperti yang dimiliki oleh
laki-laki.Perempuan hanya mengawasi dan mengarahkan bagian-bagian mana yang
perlu dibersihkan dan menciptakan keindahan di jalan maupun di ruangan publik
bukan sebagai pekerja lapangan yang dapat menguras banyak tenaga.
3. Stereotipe
Stereotif (citra buruk) adalah pandangan yang keliru
terhadap perempuan, dimana pelebelan atau penandaan yang sering sekali bersifat
negative secara umum melahirkan ketidakadilan gender.Salah satu stereotif yang
berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu
jenis kelamin.
Banyak pandangan masyarakat yang melihat sifat dari
individu tersebut dari perilaku kehidupannya sehari-hari. Misalnya pada
masyarakat desa yang beranggapan negative pada seorang wanita jika ia pulang ke
rumah terlalu malam. Karena wanita yang pulang terlalu lama dianggap oleh
masyarakat sebagai wanita tuna susila.Padalah anggapan tersebut belum tentu
benar dengan kenyataan yang sebenarnya. Bisa saja wanita tersebut pulang malam
karena ada pekerjaan yang menuntut ia harus pulang malam dan juga bisa karena adanya
hambatan di jalan. Anggapan-anggapan
masyarakat yang memandang negative beberapa perilaku ini dapat dikatakan
sebagai stereotype. Stereotype
muncul dari anggapan masyarakat itu sendiri dan juga karena adanya pengaruh
dari adat istiadat setempat.
Contoh kasus :
Bedasarkan
penelitian kami di lapangan Stadion Universitas Negeri Medan pada hari
rabu 12 Maret 2014,
kami telah mendapatkan sebuah kasus yang
berkaitan dengan bentuk-bentuk diskriminasi gender. Disini kami mendapatkan
informan yang berkaitan dengan masalah stereotype.Berdasarkan hasil wawancara
kami dengan informan ,yang mana ibu ini adalah seorang ibu rumah tangga, dan
berjualan di depan Stadion Universitas Negeri Medan.
Disini kami melihat bahwa ibu ini sedang merokok dan
juga setelah kami wawancara memang ibu Heni
adalah seorang wanita yang suka merokok.
Setiap wanita yang suka merokok dalam pandangan masyarakat yaitu di anggap wanita
yang tidak baik. Karena
orang yang merokok itu lebih dominan ke hal-hal yang negatif dan tidak baik. Merokok itu juga bagi
perempuan dapat mengganggu janin dari perempuan tersebut.Dalam anggapan
masyarakat wanita yang suka merokok dianggap preman, jantan atau tomboy karena
merokok lebih identik dengan laki-laki.Berbeda
halnya dengan pria yang merokok yang selalu diaanggap biasa atau wajar saja
bagi sebagian masyarakat.
Memang ibu ini tidak selalu merokok, tetapi ia
merokok hanya pada saat sedang stress atau sedang dalam masalah. Disini
sebelumnya ibu tersebut telah ditegur oleh petugas satpam UNIMED agar tidak
berjualan di sekitas stadion unimed. Kemudian ibu tersebut memohon agar tetap
bisa berjualan di wilayah tersebut tetapi tetap juga tidak diperbolehkan dan
bahkan barang dangannya hamper diangkut oleh petugas tersebut. Hal ini membuat
dirinya merasa stress dan untuk mengungkapkannya atau melampiaskan kekesalannya
ia melampiaskannya dengan cara merokok. Stereotype pada ibu ini lagi bertambah
karena ia memakai jilbab yang notabenenya menandakan bahwa ia
merupakan seorang yang beragama islam. Seharusnya ia tidak merokok karena
merokok dalam pandangan agama islam dilarang dikarenakan dapat merusak tubuh.
Dengan memakai jilbab yang diasosiasikan sebagai seorang muslimah menambah
kesan negative kepada ibu tersebut akibat ia merokok tadi.
Sekarang merokok tidak hanya dilakukan oleh kaum
pria tetapi pada wanitapun perilaku merokok kini sudah sering dijumpai. Merokok
pada kaum wanita pada sebagian masyarakat masih dianggap hal yang tabu atau
tidak baik untuk dilakukan. Akan tetapi pada sebagaian masyarakat yang lain
wanita yang merokok merupakan hal yang sudah biasa. Hal ini tergantung kepada
masyarakat dimana individu tersebut tinggal yang dapat memunculkan kesan-kesan
terhada wanita yang merokok itu seperti apa. Jika dalam masyarakat wanita yang
merokok itu dianggap biasa saja maka wanita yang merokok tidak dicap negative,
tetapi apabila dalam masyarakat wanita yang merokok dianggap tidak baik maka
wanita yang merokok itu akan dicap negative. Kembali lagi munculnya
anggapan-anggapan negative ini muncul dari kebiasaan dan adat istiadat
masyarakat itu sendiri bukan muncul dari anggapan individu sendiri.
4. Violence (Kekerasan)
Berbagai bentuk tindak kekerasan
terhadap prempuan sebagai akibat perbedaan muncul dalam berbagai bentuk.Kata
kekerasan merupakan terjemahan dari violence artinya suatu serangan terhadap
fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.Oleh karena itu kekerasan
tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan
penyiksaan tetapi bersifat non fisik seperti pelecehan seksual sehingga secara
emosional terusik.
Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada
yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat
umum, ada juga di dalam masayarakat itu sendiri.Pelaku bisa saja suami/ayah,
keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.
Contoh kasus :
Dari informan yang kami temui bahwa ia
telah mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Ibu Erna adalah seorang
penyapu jalan, ia menyapu jalan di sekitar kawasan unimed dari mulai siang
hingga sore hari. Kekerasan yang dialaminya semasa masih menjadi istri telah
mengakibatkan perceraian.Ia mengaku bercerai setelah mendapatkan perlakuan yang
tidak mengenakkan dari suaminya. Sebelumnya ia enggan menceritakan apa yang
menyebabkan perceraian itu terjadi.
Penyebab terjadinya perceraian karena
ketidak cocokan antara suami dan istri akibat masalah ekonomi.Memang banyak
alasan mengapa suami istri itu bisa bercerai tetapi akar dari percerian
tersebut pada umumnya di masyarakat
adalah masalah ekonomi. Masalah ekonomi menjadi penyebab utama dalam kasus
perceraian ini.Disini informan tidak terlalu terbuka dalam menjelaskan
bagaimana kekerasan yang dialaminya sehingga mereka bisa bercerai.Namun dari
yang kami lihat bahwa gaji suami yang rendah tidak dapat mencukupi kebutuhan
keluarga mereka sehingga lama-kelamaan timbul masalah.Setelah itu muncul
percekcokan diantara suami istri tersebut dan akhirnya bercerai.
Setelah bercerai ibu ini sekarang
menanggung beban sebagai tulang punggung keluarganya.Ia harus menafkahi
anak-anaknya agar tetap bisa bertahan hidup. Iamemiliki tiga orang anak yang harus
dinafkahinya. Dan dari penuturannya ketiga anaknya sekarang tidak bersekolah
lagi akibat malu karena tidak membayar uang sekolah.Padalah anak tersebut
sering mendapatkan juara di kelasnya.
Perceraian yang diakibat masalah ekonomi
dapat mengakibatkan masalah juga bagi anaknya. Perceraian juga dapat
mengakibatkan kekerasan secara psikologis yaitu trauma baik dialami oleh sang
istri maupun anak-anaknya. Sehingga kekerasan jenis ini sangat sulit dan juga
lama dalam proses penyembuhan trauma akibat perceraian yang terjadi dalam
keluarga.
5. Double Burden
Peran ganda adalah bentuk diskriminasi gender dimana
beban/ peran kerja yang dilakukan oleh jenis kelamin terlalu banyak. Terdapat
ketidakadilan diantara laki – laki dan perempuan dalam tugas dan tanggung
jawab. Perempuan memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat dan terus –
menerus, terutama dalam mengurus rumah tangga.bagi perempuan di rumah mempunyai
beban kerja lebih besar dari laki – laki. Sembilan puluh persen (90%) pekerjaan
domestik/ RT dilakukan oleh perempuan, belum lagi jika di jumlahkan dengan
pekerjaan di luar rumah.
Contoh
kasus :
Berdasarkan penelitian kami dilapangan tanggal 12
Maret 2014
yang lokasinya di lingkungan Universitas Negeri Medan, kami menemukan kasus
yang berkaitan dengan bentuk diskriminasi gender peran ganda. Dalam penelitian
ini, kami menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara. Berdasarkan
hasil wawancara kami dengan ibu Sari, ibu Sari adalah seorang ibu rumah tanggga
yang berusia 43 tahun, dia memiliki tiga orang anak, Satu sudah menikah dan 2
lagi masih duduk di bangku SMP, suaminya berprofesi sebagai tukang beca.
Ibu Sari sebagai istri yang memiliki peran ganda
dalam kehidupan rumah tangganya yaitu sebagai pencari nafkah dengan berjualan
jajanan dan minuman di Stadiun UNIMED dan berperan sebagai ibu rumah tangga,
semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri tanpa bantuan suaminya, seperti
memasak, mencuci, menyapu rumah dll. Ibu Sari sudah berjualan di UNIMED sejak
tahun 2003 dan sampai sekarang masih menjalankan usaha ini. Hal ini disebabkan
penghasilan suaminya sebagai tukang beca tidak mencukupi kebutuhan keluarga.
Apa lagi memiliki dua anak yang masih sekolah tentu membutuhkan biaya
pendidikan yang harus dipenuhan setiap bulan.
Dari keterangan diatas dapat kami simpulkan ibu Sari
mengalami diskriminasi gender yaitu peran ganda (Double Burden) yaitu peran
kerja jenis kelamin terlalu banyak. Hal ini terlihat dari profesi ibu sari
sebagai penjual jajanan dan minuman di Stadiun Unimed dan pekerjaan rumah
tangga di kerjakan sendiri tanpa bantuan suaminya. Disini terdapat
ketidakadilan antara laki – laki atau suaminya dengan ibu Sari sendiri dalam
tugas dan tanggung jawab yang berat dan terus – menerus dalam mengurus rumah
tangga. Seharusnya suami ibu Sari ikut serta membantu dalam menyelesaikan tugas
rumah tangga, karena ibu sari sudah membantu suami mencari nafkah dengan
bekerja diluar rumah dari pagi sampai sore.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Diskriminasi gender merupakan bentuk ketidakadilan terhadap
individu tertentu, terutama bagi perempuan.
Pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki – laki baik secara
langsung yang berupa perlakuan maupun sikap, yang tidak langsung berupa
peraturan per-UU, kebijakan yang telah menimbulkan berbagai ketidak adilan yang
telah berakar dalam sejarah, adat, norma dalam masyarakat. Ketidak adilan dan diskriminasi
gender merupakan sistem dan struktur dimana baik perempuan dan laki – laki
menjadi korban dalam sistem tersebut.
Diskriminasi
gender hampir terjadi pada setiap periode sejarah. Dalam lintasan sejarah,
setiap kelompok masyarakat mempunyai konsepsi ideologis tentang jenis
kelamin.Di beberapa kelompok masyarakat, jenis kelamin digunakan sebagai
kriteria yang penting dalam pembagian kerja. Diskriminasi gender
banyak terjadi dalam kehidupan kita terutama dilingkunag sekitar kita. Banyak
kasus yang kita temui dilingkungan sendiri terkait dengan diskriminasi gender
baik berupa marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan dan peran ganda.
B.
Saran
Penulis menyarankan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan
kesejahteraan perempuan, terutama dalam pengambilan kebijakan atau keputusan
agar tidak menutup akses perempuan dalam ikut serta mengembangkan skilnya. Bagi
para penegak hukum penulis merekomendasikan agar melaksanakan hukum dengan baik
terutama yang menyangkut kekerasan terhadap perempuan. Selanjutnya bagi
masyarakat dalam menjalankan kehidupan terutama rumah tangga hendaknya
memperhatikan kewajiban dan hak, status dan perannya dalam keluarga, agar tidak
terjadi diskriminasi gender yang merugikan salah satu pihak.
DAFTAR PUSTAKA
bagus nih isinya pengertian dan sekalian contoh kasus :)
BalasHapuscukup pake buat tugas..makasi..